Jokowi, dari Bangku Kuliah Sampai Menjadi Walikota Solo (Bagian II) - POJOKCERITA

Sunday, October 29, 2017

Jokowi, dari Bangku Kuliah Sampai Menjadi Walikota Solo (Bagian II)

Peristiwa itu membuat Jokowi "klumprak-klumpruk", jatuh tak berdaya dan lemah lunglai. Ia kemudian bekerja serabutan, asal ada yang bisa dikerjakan dan mendapatkan uang untuk menyambung hidup. Meski demikian, perlahan ia bisa menerima kenyataan dan kemudian berusaha bangkit. Akhirnya, beberapa pelanggan lama yang bersimpati dan respek atas kualitas produk Jokowi, memberikan order kembali. Mereka mau berbaik hati dengan membayar pesanan di muka sehingga dapat menjadi modal bagi Jokowi untuk membeli bahan, membayar upah pekerja, dan biaya produksi lainnya.

Singkat cerita, Jokowi berhasil menghidupkan kembali CV Rakabu. Ia kembali mendulang rupiah demi rupiah. Pelanggan pun puas dengan kualitas produk Jokowi. Getok tular diantara pelanggan menjadikan mesin promosi yang bekerja efektif dan efisien.

Suatu ketika, pemerintah Orde Baru menggerakan program pemberdayaan usaha kecil bernama "Bapak Angkat-Anak Angkat". Perusahaan Gas Negara (PGN) menjadi bapak angkat Jokowi sehingga bisa mendapatkan kredit sebesar Rp 500 juta. Jumlah itu cukup bagi Jokowi untuk menunjang rencananya dalam melakukan ekspor produk mebelnya ke beberapa negara. Ia segera menambah karyawan sehingga jumlahnya mencapai puluhan orang.

Tahun 1991, rencana ekspor dimulai dengan mengikuti pameran di Singapura. 3 (tiga) bulan kemudian, Jokowi mendapat order sebanyak 1 (satu) kontainer. Seorang pengusaha mebel asal Taiwan pun datang ke workshop Jokowi dan memberi order kaki kursi dalam jumlah yang fantastis.

Selang beberapa bulan kemudian, Jokowi kembali mengikuti pameran di Singapura. Hasilnya, ia kembali mendapat order tak kurang dari 18 (delapan belas) kontainer. Kisah manis mendulang dollar terus berlanjut dengan masuknya order dari negara-negara Eropa. Kapasitas produksi meningkat secara proporsional dan karyawan Jokowi mencapai seribu orang.

Dari hasil kerja kerasnya, akhirnya Jokowi bisa mewujudkan impian memiliki rumah sendiri. Ia membangun rumah di sekitar Banyuanyar. Ia bahagia dapat memberikan hunian yang nyaman untuk Iriana beserta ketiga anaknya, Gibran Rakabuming, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pangarep.

Sementara itu, di sekitar Solo masih terdapat banyak pedagang dan perajin yang terpinggirkan oleh kekuatan modal para konglomerat. Para pengusaha kecil dan perajin ini tidak hanya mengalami keterbatasan pada modal kerja namun juga dalam membaca selera pasar. Jokowi terpanggil untuk mengentaskan potensi lokal yang rapuh ini. Ia bersama rekan pengusaha mebel lainnya lalu membangun sebuah komunitas sebagai tempat berkumpul, sekedar untuk sharing dalam membangun jaringan usaha dan memperluas cakrawala pemasaran. Pada 11 Juli 2002, ada sekitar 140 pengusaha mebel dan kerajinan yang resmi bergabung dalam Asmindo (Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia) Komda Surakarta. Jokowi pun didaulat memimpin organisasi ini. Inilah sekolah kepemimpinan pertama Jokowi diluar perusahaannya sendiri. Asmindo menjadi pintu masuk bagi Jokowi dalam memasuki dunia politik praktis. Ini diawali ketika pengurus dan anggota Asmindo mulai kasak-kusuk menebar ide dan gagasan agar Jokowi mau maju dalam pemilihan walikota Solo. Gerakan Asmindo membujuk Jokowi ternyata tidak setengah hati agar Jokowi maju dalam Pilkada Solo tahun 2005. Akhirnya Jokowi memutuskan maju, berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo. Pasangan ini pun berhasil menang dan bahkan terulang kembali dalam Pilkada Solo tahun 2010.

Selama menjabat sebagai Walikota Solo, Jokowi melakukan langkah-langkah progresif, dimulai dengan mendeklarasikan Solo sebagai kota budaya dan wisata dengan branding "The Spirit of Java". Pada tahun 2006, Solo menjadi anggota Organisasi Kota-Kota Warisan Dunia (World Heritage Cities Conference - WHCC) dimana 2 (dua) tahun kemudian, Solo menjadi tuan rumah WHCC.

Kinerja Jokowi yang membuat viral di dunia maya waktu itu adalah ketika menata ribuan PKL dimana relokasi berlangsung tanpa ricuh. Para pedagang bahkan berpawai menuju lokasi baru dengan arak-arakan pakaian tradisional. Relokasi semakin megah ketika pihak Keraton Kasunanan Surakarta ikut mengerahkan iring-iringan prajuritnya.

Jokowi dikenal sebagai sosok yang sangat dekat dengan pedagang pasar tradisional. Ia lebih memilih untuk merevitalisasi pasar tradisional dibanding membangun mall atau pusat perbelanjaan modern. Pembelaan Jokowi untuk melindungi pasar tradisional kentara sekali dalam konflik pembangunan mall di bekas pabrik es Saripetojo. Meskipun asset Saripetojo merupakan milik Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur Bibit Waluyo mendesak untuk merobohkan bangunan itu namun Jokowi, DPRD, dan komunitas heritage Solo mengklaim bahwa bekas pabrik es itu merupakan cagar budaya. 

Selama menjabat sebagai Walikota Solo, Jokowi, telah menerima sejumlah penghargaan, diantaranya Tempo menobatkan dirinya sebagai salah satu dari 10 tokoh paling berpengaruh di negeri ini. Pada tahun 2010, Jokowi menerima Bung Hatta Anti-Corruption Award. Pada tahun 2011, Kementerian Dalam Negeri memilih Jokowi sebagai walikota terbaik se-Indonesia. Dan pada tahun 2012, Jokowi masuk dalam nominasi 25 walikota terbaik se-dunia yang ditetapkan oleh The City Mayors Foundation yang bermarkas di London.     

Cerita di atas dan kisah lain dari Jokowi dapat dibaca dalam buku "The Jokowi Secrets" karya Agus Santosa yang diterbitkan oleh Gradien Mediatama, Yogyakarta.

Jokowi



Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda