Ken Arok dan Wangsa Rajasa - POJOKCERITA

Sunday, February 25, 2024

Ken Arok dan Wangsa Rajasa

Sebagaimana telah ditulis pada postingan sebelumnya bahwa pada masa menjelang keruntuhan Kerajaan Kadiri di jaman Sri Kretajaya, terdapat salah satu daerah bawahan Kadiri yaitu Tumapel yang dikepalai oleh seorang akuwu yang bernama Tunggul Ametung.

Berapa lama Tunggul Ametung menjadi akuwu di Tumapel, tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas, kedudukannya sebagai akuwu kemudian berakhir setelah dibunuh oleh Ken Arok (Ken Angrok). Adanya tokoh Ken Arok inilah yang kemudian menandai kemunculan wangsa baru yaitu Wangsa Rajasa (Rajasawangsa) atau Wangsa Girindra (Girindrawangsa).

Namun demikian, asal-usul Ken Arok sendiri masih belum jelas. Satu-satunya sumber yang menjelaskan panjang lebar tentang asal-usul Ken Arok adalah Kitab Pararaton atau Katuturantra Ken Angrok yang ditulis dalam bentuk prosa atau gancaran pada akhir abad ke-15.

Setelah sekian lama menjadi akuwu di Tumapel, Ken Arok didatangi oleh para brahmana dari Daha yang meminta perlindungan dari tindakan raja Daha. Para brahmana itu kemudian menobatkan Ken Arok menjadi raja Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwwabhumi. Dengan restu para brahmana itu, ia kemudian melakukan penyerangan ke Daha melawan Raja Dandang Gendis. Seluruh Kerajaan Daha pada akhirnya dapat dikuasai oleh Ken Arok pada tahun 1222 M.

Dari perkawinanya dengan Ken Dedes, Ken Arok memiliki 4 (empat) orang anak yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Dari istri yang lain, Ken Umang, Ken Arok mempunyai juga memiliki 4 (empat) orang anak yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Diantara anak-anak Ken Arok itu, berdasarkan Kitab Pararaton, hanya satu saja yang menjadi raja di Tumapel yaitu Panji Tohjaya.

Dari Kitab Pararaton juga diketahui bahwa terdapat anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung yang bernama Anusapati karena pada saat diperistri Ken Arok, Ken Dedes sedang mengandung 3 (tiga) bulan. Setelah dewasa, Anusapati mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Ken Arok. Ayah yang sebenarnya adalah Tunggul Ametung yang mati di tangan Ken Arok. Mengetahui hal itu, ia kemudian membalas dendam dengan membunuh Ken Arok.

Lama kelamaan, pembunuhan Ken Arok terdengar oleh Panji Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang. Ia pun berusaha menuntut balas kematian ayahnya dengan membunuh Anusapati yang berhasil dilakukan pada tahun 1248 M. Berdasarkan uraian dalam Kakawin Nagarakrtagama dan Kitab Pararaton, diketahui bahwa Tohjaya tidak lama memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Rajasa dan Sinelir. Dalam penyerbuan ke istana, Tohjaya terkena lemparan tombak lalu diungsikan oleh pengikut-pengikutnya ke Katanglumbang. Sesampainya di sana, ia meninggal dunia.

Sepeninggal Tohjaya, pada tahun 1248 M, Rangga Wuni dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Jayawisnuwarddhana. Dalam menjalankan pemerintahannya, ia didampingi oleh Mahisa Campaka dengan gelar Narasinghamurtti.

Raja Wisnuwarddhana memiliki putra bernama Kertanegara dimana pada masa pemerintahan ayahnya, Kertanegara telah menjadi raja muda. Biasanya raja muda ini sebelum menjadi raja yang berkuasa penuh, diberikan kedudukan sebagai raja di suatu daerah atau wilayah.

Raja Kertanegara merupakan seorang raja Singhasari yang sangat terkenal baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Pada tahun 1275 M, Kertanegara mengirimkan ekspedisi untuk menaklukkan  Malayu. Tindakan raja Kertanegara untuk memperluas wilayah kekuasaan ke luar Jawa rupanya didorong oleh adanya ancaman dari daratan Cina dimana sejak tahun 1280 M, Jawa tidak luput dari ancaman Khubilai Khan. Utusan Khubilai Khan mulai datang ke Jawa dan menuntut agar ada seorang pangeran yang dikirim ke Cina sebagai tanda tunduk kepada Kekaisaran Yuan. Ancaman itulah yang mengubah pandangan Raja Kertanegara. Jika sebelumnya, kekuasaan raja-raja di Jawa hanya diarahkan ke Pulau Jawa saja, maka untuk menghadapi Khubilai Khan, Kertanegara harus memperluas wilayah mandala-nya sampai ke luar Pulau Jawa. Ia pun mengadakan persahabatan dengan Campa.

Kakawin Nagarakrtgama menggambarkan Raja Kertanegara sebagai seorang raja yang tidak ada bandingannya di antara raja-raja tempo dulu. Terdapat utusan Khubilai Khan yang datang pada tahun 1289 M untuk meminta pengakuan tunduk dari Raja Kertanegara namun ditolak dan dilukai wajahnya. Penganiayaan terhadap utusan Khubilai Khan itu dianggap sebagai penghinaan besar. Maka pada awal tahun 1292 M, berangkatlah armada tentara Khubilai Khan untuk menaklukkan Jawa.

Namun keruntuhan Kertanegara juga datang dari jurusan lain dimana saat Kadiri dikalahkan oleh Sri Rajasa atau buyut Kertanegara, Kadiri tidak dihancurkan namun tetap diperintah oleh keturunan Raja Kertajaya dengan mengakui kepemimpinan Singhasari. Sejak tahun 1271 M, Jayakatwang, salah seorang keturunan Raja Kertajaya, memerintah di Gelang-Gelang. Raja Kertanegara telah mengambil langkah guna menjaga hubungan baik dengan Jayakatwang. Namun karena hasutan patihnya, Jayakatwang bertekad membalas dendam kematian leluhurnya. Itulah sebabnya Jayakatwang memberontak Raja Kertanegara.

Dalam Kitab Pararaton disebutkan bahwa dalam rangka meruntuhkan Kerajaan Singhasari, Jayakatwang mendapat bantuan dari Arya Wiraraja dimana ialah yang memberitahukan kepada Jayakatwang kapan waktu yang tepat untuk menyerang Singhasari yaitu pada saat sebagian kekuatan tentara Singhasari sedang berada di Malayu.

Serangan Jayakatwang itu dilakukan pada tahun 1292 M yang berhasil menggugurkan Raja Kertanegara. Lalu ia dicandikan di Singhasari dengan 3 (tiga) arca perwujudan yang melambangkan trikaya yaitu sebagai Siwa-Budhha dalam bentuk Bhairawa yang melambangkan nirmanakaya, sebagai Ardhanari lambang sambhogakaya, dan sebagai Jina dalam bentuk Aksobhya yang melambangkan dharmmakaya. Dengan gugurnya Raja Kertanegara maka Singhasari berada di bawah kekuasaan Raja Kadiri, Jayakatwang sehingga tamatlah riwayat Kerajaan Singhasari.

Ken Arok

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda