Kontroversi Eksistensi Kerajaan Salakanaga di Bumi Nusantara - POJOKCERITA

Friday, September 1, 2023

Kontroversi Eksistensi Kerajaan Salakanaga di Bumi Nusantara

Dalam buku “Sejarah Nasional Indonesia” terutama pada Jilid II yang diterbitkan oleh Penerbit Balai Pustaka cetakan kedelapan tahun 1993, tidak disebutkan nama Salakanagara sebagai salah satu kerajaan tertua di bumi Nusantara.

Pada buku tersebut hanya disebutkan bahwa kerajaan tertua di Indonesia berdasarkan bukti-bukti yang ada adalah terletak di Kalimantan yaitu Kerajaan Kutai Purba. Tidak ada penyebutan sama sekali nama Salakanagara sebagai kerajaan tertua di Indonesia.

Merujuk artikel berjudul “Polemik Salakanagara: Meninjau Kebenaran Bukti Historis Salakanagara dalam Pentas Sejarah Kuno di Indonesia” karya Wildhan Ichzha Maulana yang dimuat dalam Diakronika Vol. 23 No. 01 Th. 2023, pada bagian Abstrak disebutkan, “…kajian Salakanaga hingga saat ini masih terbatas hipotesa sejarah karena hanya didukung dengan kebenaran dari sumber sejarah sekunder saja.”

Awal mula perbincangan tentang Kerajaan Salakanagara dimulai sejak tahun 1988 setelah ditemukannya naskah Wangsakerta pada tahun 70-an. Naskah tersebut kemudian diteliti oleh Boechari, ahli epigrafi, yang menyatakan bahwa di dalam naskah Wangsakerta itu terdapat sejumlah kejanggalan, diantaranya : (1) umur naskah yang tidak sesuai dengan tahun penulisan dimana naskah Wangsakerta itu ditulis pada abad ke-17 dengan meniru aksara Jawa kuno namun tidak sempurna dimana kertas yang dipakai adalah jenis manila yang dicelup; (2) isi naskah terlalu lengkap dimana salah satunya menyebut pembagian wilayah administratif Pulau Jawa menjadi Jawa Kulwan, Jawa Madya, dan Jawa Wetan, padahal pembagian ini baru dikenal dalam buku sejarah modern; (3) Naskah Wangsakerta memiliki corak yang identik dengan pemikiran sejarah para sarjana Belanda; (4) Eksistensi panitia Wangsakerta sebagai team penulis dinilai janggal karena pada jaman itu tidak ditemukan catatan lokal maupun asing yang memberitakan adanya panitia itu.

Upaya awal Boechari itu kemudian mendorong ahli sejarah lainnya untuk membuktikan kebenaran tentang keberadaan Kerajaan Salakanagara dimana dalam perkembangannya belum ditemukan bukti-bukti yang memadai seperti prasasti, karya sastra, atau catatan asing yang sejaman. Oleh karenanya, para ahli sejarah masih tetap memposisikan Kerajaan Kutai Kuno (Kutai Purba) di Kalimantan Timur sebagai kerajaan (Hindu) tertua di nusantara.

Berdasarkan tabel perbandingan sumber sejarah primer antara Salakanagara, Kutai Kuno, dan Tarumanagara yang disajikan dalam artikel karya Wildhan Ichzha Maulana di atas, dapat diketahui bahwa Kerajaan Salakanagara tidak didukung dengan ketersediaan sumber primer yang memadai sehingga klaim bahwa Salakanagara lebih tua dibanding Kutai Kuno hanyalah sebuah klaim yang tidak didukung dengan sumber-sumber primer yang dapat dipercaya. Sumber yang digunakan selama ini hanyalah berupa sumber sekunder berupa naskah Wangsakerta pada bagian “Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara.”

Kritik terhadap Naskah Wangsakerta

Naskah Wangsakerta merupakan sumber sekunder yang dimunculkan sekitar tahun 1977 saat Kepala Museum Sri Baduga membeli sebuah naskah melalui perantara, Mohammad Asikin, yang merupakan warga Cirebon. Adapun menurut Asikin, naskah kuno yang ditawarkannya itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Kalimantan Selatan, Banten, Cirebon, Jambi, dan lain-lain.

Lebih lanjut disebutkan bahwa karya sastra tersebut ditulis oleh suatu team gabungan dari berbagai penjuru nusantara yang kemudian dikoordinir oleh Pangeran Wangsakerta, putra Panembahan Girilaya, melakukan proses penulisan selama 21 tahun (dari tahun 1677 sampai 1698).

Agus Aris Munandar dari Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, dalam artikelnya yang berjudul “Kerajaan Salakanagara Berdasarkan Data yang Tersedia” yang disampaikan dalam Seminar Sejarah Banten di Hotel Ratu Bidakara, Kota Serang, Banten, tahun 2012, menyatakan bahwa dari sudut ketersediaan data, kehadiran Kerajaan Salakanagara dalam pentas sejarah kuno Indonesia sangat tidak kuat. Kerajaan tersebut digubah pada abad ke-17 sedangkan kerajaannya sendiri diberitakan berdiri pada abad ke-2 sampai ke-4 Masehi. Dalam hal ini, data yang memberitakan Salakanagara cukup lemah meskipun di wilayah Banten Selatan sendiri terdapat legenda tentang adanya kerajaan di masa silam namun legenda itu hanya bersifat dongeng dan bukan merupakan kepastian sejarah.

Adapun ditemukannya arca-arca Hindu di Pulau Panaitan yang menggambarkan Siwa sedang duduk di punggung Lembu Nandi dan Ganesa maka kronologi arca-arca itu diperkirakan berasal dari abad ke-7 atau 8 Masehi yang setara dengan arca-arca Wisnu di Cibuaya, Karawang, dan arca Siwa yang terdapat di Candi Cangkuang, Garut. Sehingga arca-arca di Pulau Panaitan itu tidak mungkin dapat dihubungkan dengan eksistensi Salakanagara (bisa jadi arca itu berhubungan dengan jaman Tarumanagara atau jaman awal Kerajaan Sunda Kuno).

salakanagara

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda