Perseteruan Antar Pejabat Negara di Kerajaan Majapahit pada Masa Raden Wijaya - POJOKCERITA

Monday, March 11, 2024

Perseteruan Antar Pejabat Negara di Kerajaan Majapahit pada Masa Raden Wijaya

Sri Kertarajasa Jayawarddhana atau Nararya Sanggramawijaya atau Raden Wijaya atau Brawijaya, mulai memerintah Kerajaan Majapahit pada tahun 1294 M. 

Tidak lama setelah Sri Kertarajasa dinobatkan sebagai raja Majapahit, pasukan yang dahulu dikirimkan ke berbagai nusantara oleh Kertanegara dimana ia merupakan seorang raja Singasari yang sangat terkenal karena pada tahun 1275 M pernah mengirimkan ekspedisi untuk menaklukkan  Malayu. Sebagai hasilnya, Raja Malayu tunduk dan mempersembahkan 2 (dua) orang puteri yaitu Dara Petak dan Dara Jingga. Sampai di sini ada yang menyatakan bahwa Jayanagara adalah putra Kertarajasa dari Dara Petak.

Sri Kertarajasa Jayawarddhana atau Raden Wijaya juga memiliki 4 (empat) orang istri dari anak Kertanegara yaitu masing-masing bernama Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajanaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri.

Dengan Parameswari Tribhuwaneswari, Kertarajasa memiliki seorang anak laki-laki bernama Jayanagara (versi lain menyebutkan hasil pernikahan dengan Dara Petak). Dengan Gayatri, ia memperoleh 2 (dua) orang anak perempuan : Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhana (Bhre Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa (Bhre Daha).

Para pengikut Kertarajasa yang setia dan berjasa dalam memperjuangkan pendirian Kerajaan Majapahit, diangkat menjadi pejabat tinggi pemerintahan, antara lain Wiraraja sebagai mantri mahawiradikara, Nambi sebagai rakryan mapatih, dan Lembu Sora sebagai rakran apatih di Daha. Pemimpin pasukan ke Malayu dijadikan panglima perang bergelar Kebo Anabrang.

Namun rupa-rupanya ada juga yang merasa tidak puas atas pembagian kekuasaan tersebut. Dan ini menjadi sumber penyebab munculnya pemberontakan selama 2 (dua) dasawarsa pertama dalam sejarah kerajaan baru tersebut. Pertama adalah Rangga Lawe yang merasa tidak puas, mengapa bukan dirinya yang dijadikan patih namun Nambi. Ia berhasil dihasut oleh Mahapati, seorang tokoh licik di Majapahit. Karena itulah, ia pulang ke Tuban dan menyusun kekuatan. Usaha ayahnya, Wiraraja, untuk memperingatkan Rangga Lawe tidak berhasil. Maka terjadilah perang saudara pertama yang melanda Majapahit dimana tokoh yang menjadi biang keladi dari semua kerusuhan itu adalah Mahapati. Dialah yang mengadu pada raja bahwa Rangga Lawe akan memberontak. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan raja dan pasukan Rangga Lawe yang terjadi pada tahun 1295 M. Dalam pertempuran itu, Rangga Lawe tewas di tangan Kebo Anabrang. Namun kemudian Kebo Anabrang berhasil dibunuh oleh Lembu Sora. Peristiwa ini dijadikan taktik busuk Mahapati untuk menyingkirkan Lembu Sora dengan cara menghasut Nambi bahwa Lembu Sora akan memberontak Majapahit. Terjadilah perpecahan antara kubu Lembu Sora dan Nambi. Mahapati menganjurkan Raja Kertarajasa agar Lembu Sora diberikan hukuman. Berat bagi raja untuk memberikan hukuman itu mengingat jasa-jasanya di masa lalu. Namun dengan segala tipu muslihatnya, Mahapati dapat memaksakan pertempuran antara pasukan Lembu Sora dengan pasukan kerajaan. Puncaknya, Lembu Sora beserta dua kawannya, Gajah Biru dan Jurudemung, tewas terbunuh bersama pengikut-pengikutnya oleh kelompok Nambi dalam suatu perjalanan menuju istana Majapahit.

Setelah Lembu Sora mati, Nambi yang kemudian dijadikan sasaran Mahapati. Rupa-rupanya Mahapati menghendaki kedudukan sebagai patih amangkubhumi. Nambi mengetahui maksud jahat Mahapati dan ia merasa lebih baik menyingkir dari Majapahit. Kebetulan ada alasan dimana ayahnya, Wiraraja, sedang sakit. Maka ia meminta ijin kepada raja untuk menengok ayahnya di Lamajang (Lumajang) dimana pasca tewasnya Rangga Lawe, Wiraraja mengundurkan diri dari jabatannya di Majapahit. Ia menagih janji Wijaya tentang pembagian wilayah kerajaan. Wijaya pun mengabulkan permintaan Wiraraja dengan membagi Kerajaan Majapahit menjadi 2 (dua) bagian : sebelah barat dikuasai oleh Wijaya, dan sebelah timur dikuasai oleh Wiraraja.

Raja Kertarajasa meninggal pada tahun 1309 M dan dicandikan di Antahpura dengan arca Jina dan di Simping dengan arca Siwa. Tahta kekuasaan diteruskan oleh anaknya, Jayanagara. 

Kerajaan Majapahit

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda