Raja Jayanagara; Penerus Kertarajasa di Kerajaan Majapahit - POJOKCERITA

Sunday, March 17, 2024

Raja Jayanagara; Penerus Kertarajasa di Kerajaan Majapahit

Sepeninggal Raja Kertarajasa yang meninggal pada tahun 1309 M, tahta Kerajaan Majapahit diteruskan oleh putranya yang bernama Jayanagara dengan gelar Sri Sundarapandyadewadiswaranamarajaabhiseka Wikramottunggadewa.

Menurut Kitab Pararaton, nama asli Jayanagara adalah Kalagemet, putra Raden Wijaya dari Dara Petak, seorang putri dari Malayu, Sumatera sebagai hadiah atas pengiriman tentara Raja Kertanegara, Raja Singasari, ke Malayu (dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu) pada tahun 1275 M. Dara Petak dibawa dari Malayu ke tanah Jawa oleh Kebo Anabrang dalam kurun waktu sekitar 10 (sepuluh) hari sejak pengusiran tantara Mongol oleh Raden Wijaya.  

Pemberian nama Kalagemet itu seakan bermaksud mengejek karena nama itu bermakna jahat dan lemah. Hal itu dikarenakan kepribadian Jayanagara yang dipenuhi dengan perilaku amoral dan lemah sebagai penguasa yang menyebabkan banyaknya pemberontakan selama masa pemerintahannya.

Pada masa pemerintahan Jayanagara, serentetan pemberontakan masih berlangsung seperti halnya yang terjadi pada masa pemerintahan ayahnya. Dan seperti diketahui, semua kerusuhan itu disebabkan oleh fitnah Mahapati. Hal ini disebabkan karena Jayanagara dianggap sebagai seorang raja berdarah campuran dan bukan keturunan murni Kertanegara.

Setelah Mahapati berhasil menyingkirkan Rangga Lawe dan Lembu Sora, kini ia melanjutkan misinya untuk menyingkirkan Nambi dimana niat busuk Mahapati tercium oleh Nambi sehingga ia merasa lebih baik menyingkir dari Majapahit untuk sementara waktu. Kebetulan ayahnya, Wiraraja, juga sedang sakit sehingga Nambi meminta ijin kepada raja untuk pergi ke Lamajang (Lumajang), sebuah tempat dimana Wiraraja diberi kekuasaan pada masa Raden Wijaya, ayah Jayanagara.

Tidak berapa lama, ayah Nambi meninggal dunia. Sang Prabu Jayanagara pun mengutus Mahapati, Pagawal, Pamandana, Eban, Lasem, dan Jaran Lejong, pergi ke Lumajang untuk melayat dan menyampaikan ucapan duka dari raja. Namun setibanya di Lumajang, Mahapati menghasut Nambi untuk tetap tinggal di Lumajang dan Nambi pun setuju dimana ia kemudian menyampaikan pesan kepada raja untuk dapat lebih lama tinggal di Lumajang. Akan tetapi, di depan raja, Mahapati berkata berbeda dimana disampaikan bahwa Nambi menolak kembali ke Majapahit dan ia sedang mempersiapkan pasukan perang untuk melakukan pemberontakan. Raja Jayanagara termakan hasutan Mahapati sehingga ia segera mengirimkan pasukan untuk menumpas Nambi. Pada tahun 1316 M, Nambi segera dapat dibunuh.

Korban fitnah lainnya dari ulah Mahapati adalah Ra Semi dan Ra Kuti yang merupakan dharmmaputra di Kerajaan Majapahit. Setelah terjadinya peristiwa ini, raja baru sadar akan kekeliruannya memberikan kepercayaan kepada Mahapati. Maka ditangkaplah ia dan kemudian dibunuh.

Pada masa Jayanagara, hubungan diplomatik dengan Mongol mulai pulih kembali. Utusan dari Jawa datang setiap tahun dari tahun 1325 sampai 1328 M. Dari masa pemerintahan Raja Jayanagara, kita hanya mengenal 3 (tiga) buah prasasti yang dikeluarkannya yaitu Prasasti Tuhanaru, Prasasti Balambangan, dan Prasasti Balitar I.

Pada tahun 1328 M, Raja Jayanagara tewas dibunuh oleh Ra Tanca, seorang dharmmaputra yang bertindak sebagai tabib. Pada waktu itu, Raja Jayanagara sedang menderita sakit bengkak. Maka untuk mengobatinya, dipanggillah Tanca namun ia malah membunuh Jayanagara. Peristiwa pembunuhan Raja Jayanagara ini dalam Kitab Pararaton disebut sebagai ‘patanca’. Seketika itu, Gajah Mada yang berada dalam satu kamar dengan Raja Jayanagara dan Tanca, gentian membunuh Tanca.

Dengan demikian, Jayanagara berkuasa sekitar 19 tahun (1309 – 1328 M) dimana ia tidak meninggalkan keturunan sehingga tahta Kerajaan Majapahit diserahkan kepada Ibu Suri Gayatri, istri Kertarajasa. Namun karena Gayatri memilih menjadi bhiksuni, kekuasaan Majapahit jatuh kepada putri sulungnya, Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwarddhani atau Bhre Kahuripan.

Menurut Kitab Pararaton, Jayanagara didharmakan dalam candi Srenggapura di Kapopongan dengan arca di Antawulan. Sedangkan menurut Nagarakretagama, Jayanagara dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama. Ia dicandikan di Silapetak dan Bubat sebagai Wisnu serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amogasidi, dimana candi-candi itu tidak dapat diketahui kembali.

Raja Jayanagara

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda