Pati Unus dan Sultan Trenggana; Suksesor Raden Patah di Kerajaan Demak - POJOKCERITA

Friday, June 7, 2024

Pati Unus dan Sultan Trenggana; Suksesor Raden Patah di Kerajaan Demak

Raden Patah merupakan keturunan Prabu Brawijaya dari seorang ibu yang berasal dari Cina dimana semasa masih dalam kandungan, Raden Patah terpaksa harus diasingkan terlebih dahulu di Palembang.

Dengan demikian, tempat kelahiran Raden Patah bukan di Pulau Jawa namun di Palembang, Sumatera. Setelah besar dan tumbuh dewasa, ia kemudian pergi ke Jawa dan tinggal di Glagah Wangi atas petunjuk dari Sunan Ampel. Daerah inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Demak yang bercorak Islam dimana kerajaan ini berhasil secara sukses menggantikan dominasi Kerajaan Majapahit ketika Pati Unus, anak dari Raden Patah, mengalahkan Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya dari Majapahit.

Menurut Babad Demak, Raden Patah pernah melakukan pertemuan dengan Prabu Brawijaya dimana dalam pertemuan tersebut, Raden Patah meminta kepada Prabu Brawijaya agar memeluk agama Islam. Namun permintan itu ditolak Prabu Brawijaya. Mengetahui jawaban itu, Raden Patah pergi meninggalkan Majapahit dan menemui Sunan Ampel, lalu menceritakan ketidakmampuannya membujuk Prabu Brawijaya masuk Islam. Raden Patah menyatakan keinginannya merebut Majapahit namun dilarang oleh Sunan Ampel karena tak lama lagi, Majapahit akan mengalami keruntuhan.

Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor merupakan raja Demak kedua setelah Raden Patah, ayahnya, meninggal dunia pada tahun 1518 M, meskipun masa pemerintahannya hanya sebentar. Versi lain menyebutkan bahwa Pati Unus adalah menantu Raden Patah. Nama aslinya adalah Raden Abdul Qadir, putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara.

Pati Unus pernah diperintahkan Raden Patah untuk menyerang Portugis di tahun 1512 M. Pasukan Pati Unus berangkat dari pelabuhan Jepara, lalu berlayar menuju ke Palembang. Dari sana perjalanan dilanjutkan menuju Malaka dimana pada tahun 1513 M, ia mencoba memberikan kejutan berupa serangan tiba-tiba ke orang-orang Portugis. Berbekal persenjataan yang lebih modern, Portugis melakukan serangan ke arah kapal-kapal Pati Unus sehingga menghancurkan dan menenggelamkan kapal-kapal tersebut. Merasa kesulitan dalam menembus pertahanan pasukan Portugis di benteng A Famosa, akhirnya Pati Unus memutuskan kembali ke Jawa.

Pada tahun 1521 M, Pati Unus mendengar berita bahwa Portugis akan menjalin kerjasama dengan Syanghyang Raja Sunda dari Kerajaan Syiwa-Budha Pajajaran untuk mendirikan Sunda Kelapa. Mendengar hal tersebut, Pati Unus tidak ingin nasib Sunda Kelapa seperti Malaka. Maka Pati Unus berangkat lagi ke Malaka pada tahun 1521 M. Setelah sampai di dekat benteng A Famosa, terjadilah peperangan sengit. Dalam peperangan tersebut, Pati Unus tewas setelah peluru yang diluncurkan dari meriam pasukan Portugis berhasil menghantam kapal yang ditumpangi Pati Unus. Tewasnya Pati Unus itu menandakan penyerangan kedua kali mengalami kegagalan sebagaimana di tahun 1513 M. Karena keberaniannya menyeberangi laut utara Jawa, Pati Unus diberi julukan Pangeran Sabrang Lor.

Pengganti Pati Unus adalah Sultan Trenggana yang merupakan sultan ketiga di Kerajaan Demak. Ia memiliki 2 orang istri yaitu Putri Nyai Ageng Malaka dan Kanjeng Ratu Pembayun (putri Sunan Kalijaga). Sultan Trenggana memiliki putra-putri yaitu Ratu Mas Pembayun, Panembahan Prawoto, Ratu Mas Pamantingan, Ratu Mas Kalinyamat, Ratu Mas Arya Ing Surabaya, Ratu Mas Katambang, Ratu Mas Cempaka, Panembahan Mas Ing Madiun, dan Ratu Mas Sekar Kedaton.

Naiknya Sultan Trenggana sebenarnya menimbulkan perpecahan karena tahta Kerajaan Demak juga diincar oleh Raden Kikin. Putra sulung Trenggana, Raden Mukmin (nama kecil Sunan Prawoto) mengirim utusan untuk membunuh Raden Kikin yang terlaksana di pinggiran sungai sehingga nama Raden Kikin juga dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda ing Lepen.

Pada masa kepemimpinan Sultan Trenggana, terjadi pengiriman pasukan di bawah pimpinan Fadhilah Khan (Fatahillah atau Falatehan) dengan bala bantuan Cirebon menyerang Sunda Kelapa di tahun 1527 M. Fadhilah Khan berhasil merebut Kelapa dari Portugis. Kemudian oleh Fatahillah, nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Musuh bebuyutan yang berasal dari Eropa kini sudah sirna sehingga kekuatan Kerajaan Demak makin bersinar. Sultan Trenggana pun kemudian memperluas wilayah kekuasaannya ke sejumlah wilayah di sepanjang pantai utara Jawa. Demak berhasil menaklukkan Tuban dan Wirasari (1528 M), Madiun (1529 M), Blora (1530 M), Surabaya (1531 M), Pasuruan (1535 M). Menyusul kemudian di tahun 1541 dan 1542 M, para adipati di Lamongan, Blitar, dan Wirasaba mengakui kekuasaan Demak.

Mendez Pinto juga menuliskan bahwa Demak merebut Pasuruan pada tahun 1546 M dengan bantuan Raja Sunda dimana Raja Sunda tersebut melakukan pelayaran dari pelabuhan Banten pada tanggal 5 Januari 1546 M yang disambut oleh Raja Demak dengan mengirimkan Raja Panaruca, seorang laksamana armada laut. 14 hari sesudah Mendez Pinto sampai di Jepara, Raja Demak berlayar menuju Pasuruan dengan diiringi 2700 armada kapal.

Pada tahun 1546 M, Sultan Trenggana memimpin langsung ekspedisi mililter guna menundukkan Panarukan namun belum dapat menguasainya. Suatu ketika, Trenggana melakukan musyawarah bersama para adipati untuk membahas serangan berikutnya. Di saat itu terdapat putra bupati Surabaya berusia 10 tahun yang menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana sehingga membuat sultan itu marah dan kemudian memukuli si anak tersebut. Karena tidak terima, si anak kemudian secara spontan membalas dengan menusuk dada Trenggana menggunakan pisau yang dipegangnya yang mengakibatkan Sultan Demak itu tewas seketika.

Pati Unus

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda