Amangkurat I - POJOKCERITA

Wednesday, June 11, 2025

Amangkurat I

Sultan Agung dari pernikahannya dengan Ratu Kulon memiliki anak bernama Raden Mas Syahwawrat (Pangeran Alit), sedangkan dari pernikahannya dengan Ratu Wetan memiliki anak bernama Raden Mas Sayidin (Amangkurat I).

Raden Mas Sayidin di masa mudanya terkenal pandai bermain gulat. Selain itu ia mudah memiliki perasaaan jatuh cinta kepada lawan jenis. Namun perasaan itu ditempatkan pada situasi yang keliru di mana ia menyukai seorang perempuan yang telah bersuami. Perempuan itu adalah istri dari Tumenggung Wiraguna. Sampai-sampai Amangkurat I nekad membawa lari istri tumenggung itu sehingga menimbulkan kemarahan ayahnya. Ia dihukum kurungan selama 3 (tahun) oleh ayahnya sendiri. Setelah itu, Amangkurat I diampuni dosa-dosanya dengan syarat harus mau dinikahkan dengan anak dari Pangeran Pekik. Amangkurat I pun menyetujuinya sehingga di tahun 1634 ia menikahi Ratu Pambayu yang kemudian diberi gelar Ratu Kulon dan kelak melahirkan seorang anak bernama Raden Mas Rahmat (Amangkurat II). 

Setelah menaiki tahta kerajaan menggantikan ayahnya, Amangkurat I melangsungkan pernikahan kedua dengan Ratu Wetan, seorang perempuan dari Kejoran yang kelak melahirkan anak bernama Raden Mas Drajat (Pakubuwono I). Adanya 2 (dua) orang anak itu di lingkungan kerajaan kelak menyebabkan istana Mataram menjadi berhawa panas. Mereka mulai paham saat menginjak dewasa terhadap kebutuhan kekuasaan. 

Amangkurat I juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang keji. Ia pernah menjatuhkan hukuman mati kepada mertuanya sendiri, Pangeran Pekik. Kisahnya bermula saat Pangeran Adipati Anom (Pangeran Tejaningrat), salah satu anak Amangkurat I, yang menaruh rasa suka kepada Rara Hoyi, seorang gadis pingitan dari Surabaya yang dibawa oleh Adipati Surabaya, Pangeran Pekik. Rara Hoyi dititipkan kepada Tumenggung Wirareja agar kelak saat menginjak dewasa akan dinikahkan dengan Amangkurat I sebagai selir. 

Pada suatu hari, Pangeran Tejaningrat berkunjung ke rumah Tumenggung Wirareja. Saat itu secara tidak terduga Pangeran Tejaningrat melihat seorang gadis yang sedang membatik kain. Sang pangeran terpesona melihat kecantikan gadis itu. Begitu pula Rara Hoyi yang merasakan hal yang sama. Mengetahui hal itu, ayahnya, Amangkurat I murka. Pangeran Pekik dan Tumenggung Wirareja dihukum mati, sementara Pangeran Tejaningrat baru diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Hoyi dengan tangannya sendiri. 

Kekejaman Amangkurat I tidak hanya ditujukan kepada lawan-lawan politiknya namun juga kepada kalangan ulama di mana ulama saat itu dipandang sebagai saingannya. Puncaknya, Amangkurat I menyeret para ulama dan membunuhnya di alun-alun Plered.

Tindakan bengis dan tak memihak rakyat itu memunculkan adanya pemberontakan dari dalam kerajaan. Pemberontakan pertama dilakukan oleh anaknya sendiri, Raden Mas Rahmat atau Pangeran Tejaningrat atau Adipati Anom. Perselisihan itu dilatarbelakangi oleh berita bahwa jabatan adipati anom akan dipindahkan kepada Pangeran Singasari, anak Amangkurat lainnya. Di tahun 1661, Raden Mas Rahmat melakukan upaya kudeta namun gagal. Puncak perselisihan terjadi di tahun 1668 di mana Raden Mas Rahmat (Pangeran Tejaningrat) dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Setelah dipecat dari jabatan adipati, Raden Mas Rahmat bertemu dengan Trunojoyo yang hendak melakukan pemberontakan kepada Amangkurat I. Ia yang mendapat sokongan dari orang-orang Makasar pimpinan Karaeng Galesong, eks pendukung Sultan Hasanuddin yang dikalahkan VOC. Trunojoyo berhasil menguasai keraton. Namun saat Trunojoyo berhasil memasuki keraton, ia mengkhianati Raden Mas Rahmat dengan cara melakukan penjarahan terhadap Istana Kartasura sehingga kongsi keduanya pecah. Raden Mas Rahmat berbalik mendukung ayahnya, Amangkurat I. Puncaknya, pada tanggal 28 Juni 1677, Trunojoyo berhasil merebut Istana Plered. Amangkurat I dan Raden Mas Rahmat melarikan diri ke arah barat. Amangkurat I meninggal pada tanggal 13 Juli 1677 di Desa Wanayasa, Banyumas, namun berwasiat agar dimakamkan di dekat tempat tinggal gurunya di Tegal. Karena lokasi pemakaman itu berbau harum maka desa tempat di mana Amangkurat I dimakamkan kemudian diberi nama Tegalwangi atau Tegalarum. Sebelum meninggal, Amangkurat I berwasiat kepada Raden Mas Rahmat agar meminta bantuan VOC guna merebut tahta kekuasaan dari tangan Trunojoyo. Raden Mas Rahmat inilah yang kelak bergelar Amangkurat II dan mendirikan Kasunanan Kartasura sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram. 

Amangkurat I

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda