‘Ending Story’ Kehidupan Inggit Garnasih dengan Soekarno - POJOKCERITA

Saturday, November 23, 2019

‘Ending Story’ Kehidupan Inggit Garnasih dengan Soekarno

Dari pernikahan Soekarno dengan 9 (sembilan) isterinya, 6 (enam) diantaranya harus berakhir dengan perceraian. Salah satunya adalah perceraian dirinya dengan Inggit Garnasih.

Kisah tragis putusnya hubungan pernikahan Inggit dan Soekarno berawal dari pertemuan Soekarno dengan Fatmawati di Bengkulu saat menjalani masa pengasingan keduanya setelah dikeluarkan dari Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Akar masalah dari semua ini sepertinya berawal dari tindakan Soekarno yang terlalu cepat mengambil keputusan saat menceraikan isteri pertamanya, Oetari binti HOS Tjokroaminoto hanya karena merasa bahwa pribadi Inggit Garnasih jauh lebih sempurna dibanding Oetari. Bahkan Soekarno sendiri mengabaikan faktor perbedaan usia yang terlalu tajam antara dirinya dengan Inggit yang kemudian menjadi semacam “senjata makan tuan”. Seolah Soekarno harus menelan ludahnya sendiri manakala ia bertemu dengan seorang gadis belia bernama Fatimah di Bengkulu.

Kisah percintaan Soekarno dan Inggit yang sudah berada di ujung tanduk terjadi saat bala tentara Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942. Dengan menggunakan sebuah kapal kecil, Soekarno tiba di Jawa dan disambut oleh kawan-kawan seperjuangannya, termasuk Mohammad Hatta. Sesampainya di Jakarta, ia kemudian menempati sebuah rumah di Jl Pegangsaan Timur No 56 Jakarta.

Soekarno saat itu harus berpikir keras bagaimana caranya agar ia dapat menikahi Fatmawati tanpa harus meninggalkan Inggit Garnasih. Upaya untuk tetap mempertahankan Inggit pada akhirnya tidak dapat terwujud karena Inggit secara tegas menyatakan tidak ingin dipoligami. Sehingga pada tanggal 29 Januari 1943, Soekarno menjatuhkan talak cerai kepada Inggit dimana surat perjanjian perceraian dibuat dan ditandatangani di rumah Jl Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Pembuatan surat cerai tersebut merupakan gagasan dari sejumlah tokoh pergerakan nasional yaitu Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan KH Mas Mansoer. Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga Soekarno dan Inggit mampu bertahan dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun meski kemudian harus kandas di tengah jalan.

Pasca diceraikan Soekarno, Inggit kembali ke Kota Bandung dimana sesuai bunyi surat perceraiannya disebutkan bahwa Soekarno wajib menyediakan rumah bagi Inggit Garnasih di kota kembang tersebut. Disamping itu, Soekarno diharuskan membayar utangnya kepada Inggit yang dibayarkan secara angsuran. Begitu juga kewajiban Soekarno guna memberikan nafkah uang kepada Inggit seumur hidup yang ditunaikan secara bulanan.

Dari beberapa kewajiban di atas, yang tidak sempat terwujud adalah membelikan rumah untuk Inggit karena ijin membeli rumah dari pemerintah Dai Nippon tidak juga diperoleh. Akhirnya diputuskan Soekarno mencarikan rumah sewa atau kontrakan untuk dapat ditempati Inggit. Diketahui kemudian bahwa Inggit Garnasih menempati rumah Haji Anda di Jalan Lengkong Besar, Bandung. Di sana sudah menunggu Haji Sanusi, Muntarsih, dan beberapa kerabat.

Setelah sekian lama tinggal di rumah Haji Anda, selanjutnya Inggit Garnasih ingin memiliki rumah sendiri. Atas inisiatif Asmara Hadi, Winoto, Supardi, SK Trimurti, Gatot Mangkoepradja, AM Hanafi, dan lain-lain, terkumpullah sejumlah dana untuk membelikan rumah bagi Inggit. Qodarullah, rumah yang berhasil dibeli adalah rumah yang dulunya pernah ditinggali Inggit dan Soekarno saat mereka berdua awal melangsungkan kehidupan rumah tangga di Kota Bandung (saat ini menjadi situs sejarah di Kota Bandung bernama Rumah Bersejarah Inggit Garnasih).

Di rumah inilah Inggit menapaki hari-hari tuanya untuk merajut jalan kehidupannya sendiri yang jauh dari hiruk pikuk suasana pergerakan kebangsaan karena sudah tidak berada di samping Soekarno. Ia telah kembali menjadi orang biasa yang merdeka dalam menempuh jalan kehidupannya sendiri.  

Setelah menjalani masa perceraian selama 17 (tujuh belas) tahun, pada tahun 1960, Presiden Soekarno yang tengah berada di puncak kekuasaan mengunjungi Inggit yang saat itu telah memasuki usia 72 (tujuh puluh dua) tahun. Sebuah pertemuan yang bersejarah dan penuh dengan kesedihan. Di saat itulah, Presiden Soekarno meminta maaf atas perlakuannya yang menyakiti hati Inggit. Namun jawaban Inggit luar biasa, “Tidak usah meminta maaf, Ngkus (panggilan untuk Soekarno). Pimpinlah negara ini dengan baik seperti cita-cita kita dahulu di rumah ini”. Sebuah jawaban yang sulit dijangkau nalar mengingat ia harus mengalami kenyataan pahit meski telah mengarungi kehidupan bersama Soekarno selama 20 (dua puluh) tahun. Bahkan saat Soekarno mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Juni 1970, Inggit bersedia menengok jasad Soekarno di Wisma Yaso, Jakarta. Dengan kondisi tubuhnya yang sudah renta, ia harus melakukan perjalanan melelahkan dari Bandung ke Jakarta dengan diantar oleh Ratna Djuami. Ketika berdiri di samping jenazah yang sudah terbujur kaku itu, Inggit hanya berucap diiringi isak tangis yang sedikit tertahan, “Ngkus, kiranya Ngkus mendahului, Inggit doakan”. Inggit telah lama memaafkan Soekarno sebelum Soekarno menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Kehebatan dan kebesaran jiwa Inggit ditunjukkan kembali saat berkeinginan untuk bertemu dengan Fatmawati, seseorang yang telah “merebut hati” suaminya sehingga harus terjadi perceraian antara dirinya dengan Soekarno. Atas prakarsa Ali Sadikin, pertemuan yang sangat mengharukan itu terjadi pada tanggal 7 Februari 1984. Keduanya saling berpelukan. Sambil menangis, Fatmawati meminta maaf, dan dengan ketulusan yang luar biasa, Inggit mau memaafkan Fatmawati.

Kurang lebih 2 (dua) bulan setelah pertemuannya dengan Fatmawati di atas, Inggit Garnasih menyusul Soekarno pergi ke alam baka. Ia meninggal dunia pada tanggal 13 April 1984 dalam usia 96 (sembilan puluh enam) tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Umum Porrib di Jalan Makam Caringin, Kopo, Bandung.

Dengan meninggalnya Inggit, sejarah telah mencatat bahwa ia telah selesai menunaikan tugasnya untuk menghantarkan Soekarno sebagai pemimpin dan bapak bangsa menuju gerbang kemerdekaan Indonesia. Selamat jalan Inggit Garnasih !.

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Inggit Garnasih

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda